Rabu, 10 Juli 2019

Akhirnya Wisuda


Jangan lihat saya dengan toga yang telah terpakai. Karena untuk berada di titik ini tidaklah mudah. Ya, saya merasa selain kapasitas otak yang berada dibawah ratarata, mengenakan toga untuk kedua kalinya adalah hal yang luar biasa menurut saya.

Percaya atau nggak hidup saya tuh gak pernah lepas dari komenkomen para mereka yang mungkin amat sangat peduli dengan hidup saya, dan kuliah pun demikian. Semisal ada yang bilang gini (dan ini sering banget) "kuliah kok jurusan perpustakaan", "buat jagain buku doang mah ngapain harus kuliah", "kuliah kok di jurusan gak keren dan jarang peminat", "bakalan susah cari kerja" dan sebagainya dan sebagainya tentang program studi ilmu perpustakaan yang saya pilih. Dan itu baru jurusannya. Belum tempat kuliahnya. Komen seperti "kuliah kok di Universitas Terbuka, bakalan lama", "lulusan Universitas Terbuka gak bakal bisa jadi PNS", "emang ijazah Universitas Terbuka bisa pake ngelamar kerja?", "kapan lulus?", "makanya jangan kuliah di Universitas Terbuka, gak luluslulus kan?". Dan manusiamanusia macam gitu mah diemin aja, nanti juga mati pada waktunya.

Sebelah kanan Pustakawan keren dari Papua Barat

Buat saya, lulus itu bukan hanya menyoal "tepat waktu" tetapi "(di) waktu yang tepat". Banyak dari kalian yang lebih beruntung dari saya yang kuliah dengan biaya dari orang tua. ada alasan mengapa saya gak luluslulus, ya karena tiap gak bisa bayar semesteran saya harus cuti. Karena di Universitas Terbuka jika cuti tidak harus bayar registrasi semester berikutnya. Dan itu gak sekali dua kali. Lebih dari itu. Jadi, udah tau kan alasannya mengapa saya lulusnya lama? Kuli dulu gaes, buat bayaran semester.

PW saya nih, aa dan teteh

Lalu jika ada yang bilang jurusan ilmu perpustakaan nyari kerjanya susah. Kalian salah. Salah besar. Karena maaf, maaf banget ya jauh sebelum saya lulus saya sudah kerja dan bukan saya yang ngelamar kerjaan tapi kerjaan yang lamar saya. Maaf ya bukan sombong tapi ini fakta loh. Dan buat yang nyinyirin saya tentang ini beberapa sudah lulus jauh sebelum saya dan masih belum kerja. Mantapkan. Makanya, percaya aja kalo yang namanya rezeki tuh gak bakalan ketuker. Rezeki itu udah sesuai porsinya masingmasing.

Ponakan bibiiiii....

Buat mahasiswa Universitas Terbuka yang mahasiswanya paling banyak seIndonesia Raya Merdeka, bisa ikut upacara wisuda di Universitas Terbuka Pusat gedung UTCC (Universitas Terbuka Convention Center) adalah impian hampir semua mahasiswa, makanya biar kata saya lagi sakit ya dikuatkuatin buat ikut. Dan Alhamdulillah Alloh kembali ngasih saya kesempatan untuk kembali hadir di tempat yang sama diantara lebih dari seribu lima ratusan wisudawan dari berbagai daerah di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ya, kali kedua di tempat yang sama dengan suasana haru biru yang luar biasa. Semoga kelak saya bisa kembali mengikuti upacara wisuda di UTCC (Universitas Terbuka Convention Center) dengan toga biru muda. Aamiin...

Alhamdulillah

Ini juga adalah janji saya pada diri, dan pemenuhan janji pada Bapak untuk "minimal lulus S1, kalo ada modal lanjut lagi" dan inilah saya anak Bapak dan Emak, doakan semoga ilmu yang telah saya dapat tidak menjadikan saya manusia yang sombong, semoga ilmunya menjadi berkah dan bermanfaat untuk umat, bukankah sebaikbaiknya manusia adalah yang bermanfaat untuk manusia lainnya? Bukankah manusia yang bahagia adalah manusia yang bermanfaat untuk sesama? Tapi ingat, bermanfaat ya bukan dimanfaatkan. Walau kata dasarnya sama tapi kalo udah ketemu imbuhan maknanya jadi beda.
Jadi gimana? Jadilah manusia yang bermanfaat untuk umat.


#salamliterasi
#pustakawan

SiDede

Senin, 06 Mei 2019

Seba Baduy dan Carita SiDede


Udah dari jauh-jauh hari nunggu banget acara Seba Baduy tahun ini, selain ada acara lomba menulis esai tentang seba baduy (tapi saya gak ikut lomba) juga pengen banget bayar utang seba tahun lalu yang cuma hadir di acara inti saja. Niat hati tuh pengen liat pas Urang Kanekes datang ke Pendopo.
Tapi ternyata awal pekan kemarin, saya baru tahu acara perpisahan kelas tiga di sekolah adalah di hari yang sama dengan pelaksanaan Seba Baduy. Dan seharian yang ada galau aja gitu. Ibarat kata tuh raga ada di acara Paturay Tineung tapi pikiran melayang ke acara Seba. Iya. Saya masih punya pikiran. Walau kadang gak normal.

Tugas sih emang cuma bagian konsumsi tapi ternyata gak cuma ngurusin konsumsi doang, hal lain juga yang harusnya bukan urusan saya tapi entah mengapa kok jadi saya yang berurusan ya. Rundown acara cuma sampai dzuhur, setelah Cucurak (makan bersama sebelum puasa) acara selesai. Dan saya bisa langsung melarikan diri ke Pendopo. Kali ini pun keinginan dan kenyataan tak seiring sejalan. Selesai Cucurak di lanjut dengan rapat dan evaluasi kegiatan dan lain sebagainya. Ashar baru beres. Lalu hujan turun dengan lumayan deras. Pasrah aja udah. Sementara WhatsApp udah rame. Belum lagi pertanyaan, "Masih dimana?" "Jadi ke Pendopo kan?" "Kita udah nyampe" Dan pertanyaan serupa yang membuat saya makin gak enak.
Jadi orang yang keukeuh macem saya ini ada enak gak enaknya juga. Gak enaknya ya paling capekcapek gak jelas gitu, tapi enaknya banyak. Selain bisa puasin rasa pengen tau yang kadang gak tau diri, bisa juga ngilangin capek yang kadang gak tau diri juga.

 Gunung Batu Squad

Jam lima lewat lima belas menit perjalanan dimulai, dari Sobang menuju Pendopo Kabupaten Lebak tempat berlangsungnya acara Seba. Entah mengapa rasanya perjalana Sobang-Rangkasbitung kali ini terasa lama banget. Banget. Kabut tebal yang bikin jarak pandang terbatas menjadi alasan. Selepas hujan menjelang petang adalah perpaduan sempurna untuk kabut yang lumayan bikin degdegan.

Jam tujuh lewat dua puluh menit saya akhirnya sampai di kantor Museum Multatuli untuk ketemu "orang penting" dan nitip tas dan langsung ngacir ke Pendopo. Sementara chat WA masih beberapa yang belum dibaca dan dibalas. "Teh, jadi ke pendopo kan?" "Kita lagi di bazaar" "Aku sama yang lain lagi di balong" "Ada Tonggeret loh" Duh Gusti, coba gitu itu pintu Doraemon bisa dipinjam barang sebentar.

Sesampai di Pendopo saya langsung menuju tempat mereka berada. Bukan. Bukan mereka yang ngechat saya dari tadi siang, tapi Tonggeret. Hahaha
Dengerin musiknya sambil liat yang main (musik)nya kan paket lengkap. Setelah dapet tempat yang yang lumayan enak deket tumpukan cau galek yang juga ada kawan dan ponakan, saya kabarin yang lain kalo saya sudah sampai. Badan yang lumayan capek. Perjalanan yang gak cihuy, langsung minggat pas saya deprok.

Tonggeret ti Pakidulan

Buat saya Seba Baduy di tiap tahunnya selalu punya cerita yang berbeda, walau pada dasarnya sama saja. Urang Kanekes datang ke Pendopo, lalu Jaro, lalu Bupati, lalu apa yang mereka bawa, lalu hiburan yang disediakan,  lalu para pengunjung, selalu sama. Bedanya mungkin apa yang saya rasakan setiap hadir di Seba dari tahun ke tahun. Liat Urang Kanekes di acara Seba ada sesuatu yang membuat saya ingin bertanya terutama kepada diri saya sendiri. Mereka yang setiap tahunnya melaksanakan ritus yang telah ada sejak lampau dan diteruskan turun temurun, mereka yang harus menjaga adat agar tak tergerus oleh modernisasi, mereka yang sebagian besar dari kita menganggapnya berbeda. Apakah telah mendapat hak yang sama sebagai warga negara atau sebagai manusia tanpa adanya eksploitasi?

Cau Galek

Apa mereka tak merasa bahwa apa yang mereka jaga, ritual yang telah ada turun temurun, telah juga menjadi....yasudahlah. Saya, sebagai manusia dengan pengetahuan yang terbatas rasanya malu. Malu untuk alasan yang entah.

Ngomongin Urang Kanekes, gak bakalan cukup dengan sejam dua jam atau sehari dua hari. Mereka dengan semua kisah yang melingkupinya, mereka dengan keteguhan adat yang dipegangnya, yang saat ini harus dengan lebih keras mereka jaga. Gempuran dunia luar semoga tidak menggerus nilainilai luhur dan apa yang telah menjadi amanat leluhur turun temurun.

Para Penjaga Adat

Tema Seba Baduy tahun ini "Ngarumat Warisan Budaya, Ngahontal Karaharjaan" yang datang hanya 1037 orang dengan 13 orang dari baduy dalam. Lebih sedikit dari tahuntahun yang lalu. Apa yang mereka bawa untuk panggede pun tidak terlalu banyak. 

Setelah rangkaian acara selesai dan beberapa kawan telah berkumpul, saatnya berburu sesuatu sebelum pulang. Berburu Tonggeret ti pakidulan buat nunjukin ke orang yang seneng banget ngeledekin saya dan menjawab pertanyaan saya "Ada Tonggeret gak?" dengan "Ada, di rumahnya masingmasing"

"Tonggeretnya dimana, teh?" Pertanyaan yang saya jawab dengan culak cileuk karena saya juga tidak tahu mereka dimana. Sebelumnya saya bilang ke kawan kalo saya pengen banget ketemu Tonggeret. "Bentar, tanya dulu" dan saya ngeDM salah satunya untuk tanya dan bertemu. Lalu jawaban pun didapat, "Samping panggung. Duduk di bawah pohon"

Penggemar garis keras 😂

Padahal udah pake masker tapi tetep aja ketauan. Emang ya buguru smanti ahiw pisan. Malu kan jadinya. (Jadi berencana pengen ganti masker baru). Ternyata siibu merhatiin pas saya bersama salah satu tonggeret dan manajernya. Dan ya gitu lah ya... Makasih ya bu, udah mau photoin.

Hatur nuhun pak Wisnu yang sudah bersedia nanggepin pertanyaan saya yang gak jelas, terima kasih juga buat diskusi yang sebentar tapi seru tentang Cibeber. Nanti mah harus jangan sebentar aja ya pak. Cibeber buat saya tuh gak cuma Kecamatan paling luas di Kabupaten Lebak. Cibeber buat saya adalah candu bahkan saat sebelum saya pernah kesana.

Dari semua hal yang telah terjadi hari ini, kiranya bahwa sang pemilik semesta selalu memiliki kejutan dan rencana yang rahasia dan luar biasa. Rasanya tak akan cukup hanya dengan ucapan terima kasih saja. Rasanya tak akan bisa dan akan pernah bisa membalas apa yang telah diberikanNya sampai dengan detik ini. Wahai pemilik semesta, terima kasih untuk masih memberikan kesempatan hidup sampai dengan saat ini. Semoga Lebak beserta penghuninya dan segala yang membersamainya selalu ada dalam Rahmat dan BerkahMu. Aamiin.
Selamat menjalankan puasa Ramadhan, semoga puasa kita diterimaNya.



Salam

SiDede





Jumat, 26 April 2019

Piala Pertama

Alhamdulillah... dan akhirnya punya piala juga. Piala pertama seumur saya hidup. Hahaha...iya lebay. gak usah komen. Baru kali ini ikutan lomba dan pulang jadi juara ya walau bukan juara pertama. Padahal gak ngarep jadi juara sama sekali karena selain nyadar diri juga rasa kesel yang bukan hanya udah nyampe ke ubunubun tapi ke tulang belulang juga. Jadi gini ceritanya. Saya di paksa suruh ikut lomba Pemilihan Pustakawan Berpestasi padahal jangankan punya prestasi punya pasangan keinginan buat ikut lomba pun nggak. Dan waktu yang mepet banget udah bikin rungsing duluan. Jam setengah satu siang kepsek kirim wa isinya besok kudu berangkat lomba. Padahal semua persiapannya belum satu pun saya siapin. Mengapa? Karena di juklak buat lomba tingkat provinsi adalah bulan juni ya walau masih tentatif gak sengedadak ini kan. Akhirnya saya ngelembur buat bikin apa yang harus dibawa besok. Begadang nyampe mau adzan subuh. Dengan kekuatan kepepet dan keuheul plus jengkel, akhirnya tuh makalah jadi juga dalam waktu semalem. Jadi, dengan segala persiapan yang seadanya saya gak berani mimpi buat jadi juara.
*Dan perihal mengapa saya jengkel saya tulis di akhir cerita.

Pemilihan Tenaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan Jenjang SMK Tingkat Provinsi Banten Tahun 2019. Liat judulnya aja saya udah serem. Tapi yaudahlah ya Bismillah aja dulu. Kagok. Ada delapan kategori lomba, yaitu Pengawas Berprestasi, Kepala Sekolah Berprestasi, Kepala Sekolah Berdedikasi Daerah Khusus, Guru Berprestasi, Guru Berdedikasi Daerah Khusus, Kepala Administrasi Sekolah, Laboran dan Pustakawan. Saya yang kategori Pustakawan Sekolah Berprestasi.


Tempat pelaksanaannya di hotel Istana Nelayan, jatiuwung, kota Tangerang. Dan tau gak kalo jatiuwung sekarang beda banget sama jatiuwung beberapa tahun silam. Dulu saya pernah numpang tinggal di sana dan rada kaget liat perubahannya. Pembangunan yang pesat di berbagai daerah tak terkecuali jatiuwung.

Jadwal acara dari selasa 23 April 2019 sampai jumat 26 April 2019. Dari jam 8 pagi sampe 9 malem. Tapi jadwal tinggallah jadwal. Karena hari selasa sampai jam 11 malam. Bayangin aja gimana rasanya ngerjain tes akademik di jam 10 malam sambil ngantuk, capek, dan lainlain dan lainlain. Gak nyampe disitu. Kelar tes saya kudu begadang lagi buat bikin slide yang emang belum dibikin dari rumah. Ternyata cuma kuat beunta nyampe jam satu dini hari kurang sedikit. Pagi hari rabu dilanjut lagi. Karena jadwal presentasi jam 1 siang.

Peserta dari Kabupaten Lebak

Ternyata perjalanan saya ikut lomba gak semulus wajah bintang iklan skin care. Jam 12 siang, satu jam sebelum presentasi file slide yang emang belum beres gak bisa dibuka padahal udah mendekati selesai. Di tambah laptop sedikit bermasalah. Rasanya pengen nangis jejeritan. Untungnya saya dapet no. urut ke tiga, sadikit rada lega juga buat bikin slide dari awal lagi. Slide persentasi yang seadanya banget. Gak berenti disitu aja, pas giliran saya presentasi ternyata notebook yang saya pinjam gak ada colokan VGA, transfer dulu lah ke Flasdisk punya saya. Gak kebaca juga. Kalut. Pinjam flashdisk kawan gak kebaca juga. Dua kali saya coba hasilnya tetap sama. Makin kalut. Sementara detik telah berganti menit yang sudah terbuang banyak dengan percuma. Juri turun tangan buat transfer data dengan segala kenyiyirannya dan hasilnya sama. Gagal. Akhirnya saya presentasi dengan notebook dan materi seadanya.

Wahai juri penguji yang budiman, gak mesti nyiyir lah ya kan kita samasama manusia. Kalian mah enak gak ngerasain gimana jadi saya. Gak mau tau juga alasan dibalik semuanya. Tapi tenang aja Alloh mah Maha Mengetahui kok. Dengan semua yang telah terjadi dan terlewati hari itu saya mah udah pasrah apapun hasilnya.
Main ke TangCity Mall adalah pilihan yang tepat buat sedikit kasih udara ke otak yang udah kerja keras. Saya udah gak perduli lagi dengan hasil lomba. Sabodo teuing. Nu penting malam ini saya mau main dan sare nu tibra.

Hari kamis, pengumuman dan penutupan sekaligus. Gak jadi hari jumat. Karena semua udah dipadetin nyampe malem. Dapet juara ke dua adalah sesuatu yang diluar ekspektasi saya. Ya, saya mah udah gak berharap jadi juara dari awal lomba. Bukan kerena psimis tapi karena nyadar diri dengan kemampuan saya dan segala persiapan yang seadanya rasanya gak tau diri aja gitu kalo mimpi jadi juara. Tapi ternyata kehendak Alloh dan campur tangan juri merubah segalanya. Qodarulloh, juara dua adalah sesuatu yang mustahil bagi saya tapi tidak bagi semesta dan pemiliknya.

Balad Lebak

Kabupaten Lebak membawa 4 piala dari 8 kategori lomba walau tak ada yang juara satu tapi setidaknya kita telah berusaha semampu dan sebisanya. Tahun ini Kebupaten Pandeglang memborong piala dan menjadi juara umum. Selamat buat kawan pustakawan yang akan bertanding di Tingkat Nasional. Banten ada dipundakmu kali ini. Semoga semesta dan pemiliknya meridhoi dan melancarkan segala urusannya.

Majulah terus perpustakaan dan pustakawan dimana pun berada. Tak mengapa profesi kita yang selalu dipandang sebelah mata oleh mereka. Buktikan dengan prestasi pada mereka bahwa kita adalah juga manusia yang punya potensi.

Photo bersama sebelum kembali pulang

Terima kasih saya ucapkan untuk semua yang telah membantu dan memberi semangat. Kawan yang udah pinjemin notebook kesayangannya selama tiga hari. Orangorang hebat yang tak pelit memberi nasihat, motivasi, semangat, dan meyakinkan saya bahwa saya bisa dan mampu walau saya sendiri tidak merasa bisa dan mampu.
Terima kasih juga buat orangorang yang tidak pinjemin saya laptop buat lomba karena mungkin kalian berpikir kalo saya gak bakal menang dan percuma aja buat pinjemin. Besok kalo hadiah lomba udah cair saya mau beli laptop. Supaya gak ngemisngemis pinjem lagi ke kalian.




Salam


SiDede

Kamis, 21 Maret 2019

Kukurilingan Bersponsor #1

“Kalian udah ditunggu” 
“Udah telat nih, kesan pertama loh kita” 
”Idealnya jam 8 kurang kita udah di lokasi” 
08:08, tiga pesan di WAG yang semakin membuat gak enak. Sudah lewat 8 menit dari waktu yang di janjikan, entah siapa yang memulai untuk telat. Kita berenam, satu orang sudah sampai lokasi, dan lima orang lainnya masih dalam perjalanan, saya termasuk kedalam lima orang yang masih dalam perjalanan. Padahal saya sudah menunggu di tempat yang sudah disepakati sehari sebelumnya jauh sebelum jam 8. Kesempatan pertama dan sudah telat. Jikapun tak jadi dilanjutkan tak mengapa. Pasrah saja. Tak perlu menyalahkan sesiapa. Ini team. Satu telat semua telat. Satu salah semua menerima. 
08:12, akhirnya sampai di titik kumpul. Lewat 12 menit dan semakin merasa tak enak. Canggung. Malu. Dan semacamnya beradu padu. Padahal kami yang menyanggupi untuk datang tepat pukul 08:00. 
08:20, perjalanan menuju selatan dimulai, setelah sebelumnya berphoto bersama di depan kantor Diskerpus Kabupaten Lebak dan tak lupa berdoa.
Siap Gaes?

Menuju daerah selatan Kabupaten Lebak harus melewati beberapa kecamatan yang tak kalah keren dan menarik untuk di kunjungi. Sebut saja misalnya Malingpnig, Cihara, Panggarangan, dan Bayah yang merupakan daerah tujuan kali ini. Garis pantai yang membentang dengan ombak yang tinggi, membuat sesiapa menikmati suguhan indah dari yang Maha Indah.

Dan kali ini tujuan kami adalah Pantai Sawarna. Pantai sawarna merupakan pantai yang berada di Desa Sawarna, Kecamatan Bayah, Kabupaten Lebak, dengan Tanjung Layar sebagai ikon wisata pantai sawarna. Tanjung Layar adalah sebutan untuk dua batu karang menjulang yang jika di lihat hampir menyerupai layar dari sebuah kapal. Dibelakang batu layar terdapat bentangan batu karang yang seolah menjadi pagar penghalang agar ombak tak langsung menerjang batu layar. 
Ikon Tanjung Layar

Tak hanya Tanjung Layar, pantai lain di sepanjang sawarna pun tak kalah menarik. Pantai Karang Taraje, Pantai Karang Bokor, Karang Seupang, Pantai Ciantir, Pantai Pulo Manuk, Pantai Legon Pari, Pantai Pasir Putih, menjadi pantai yang tak boleh di lewatkan jika berkunjung ke sawarna. Selain pantai ada juga Gua yang berjarak tak jauh dari pantai, sebut saja Gua Sikadir, Gua Cimaul, Gua Singalong, Gua Langir, Gua Lalay, Gua Harta Karun, Gua Kanekes, Gua Seribu Candi, dan masih banyak Gua yang lain. 
Papan penunjuk arah di depan tempat kami menginap

13:00, kami sampai di pintu masuk utama pantai sawarna. 
“Pintu Indomaret” jawab petugas di pintu masuk saat saya tanya nama pintu masuk ini.
Alasan mengapa diberi nama "Pintu Indomaret" adalah karena pintu masuk yang bersebelahan dengan Indomaret.
Pintu masuk Indomaret (Kampung Cibeas)

Pintu pertama ini berada di Kampung Cibeas, Desa Sawarna dan setelah melewati jembatan, kita berada di Desa Cikaung, desa wisata yang sudah ramai oleh para wisatawan dan juga penginapan. Selain “Pintu Indomaret” ada juga pintu lain untuk masuk ke kawasan pantai sawarna. Pintu Kedua yang merupakan pintu baru berada di Kampung Ciroyom, tidak terlalu jauh dari pintu pertama. Pintu Ciroyom lebih ramai, karena terdapat lahan parkir yang cukup luas. Dan kebanyakan pengunjung yang datang menggunakan mobil atau bus masuk melewati pintu dua. 
Pintu masuk Kampung Ciroyom

Dan mengapa kami sampai sawarna pukul 13:00? Karena kami mencoba melewati rute dari arah Kecamatan Cilograng. Lebih jauh memang, tapi lebih keren dan menantang. Rute yang meliukliuk dan hijau sepanjang mata memandang. Percayalah bahwa Lebak mempunyai semua yang kita butuhkan. Mungkin Tuhan tengah berbaik hati saat menciptakan Lebak. Bersyukurlah sebanyak-banyaknya. 
Pintu masuk dari arah Kecamatan Cilograng

Tak hanya pantai dan bentangan alam yang indah, Desa Sawarna juga memiliki tangantangan kreatif yang karyanya telah menembus pasar internasional. Dari sebah desa di pesisir telah tumbuh para seniman yang tak hanya mengharumkan tempat mereka tinggal saja. Industi kerajinan tangan, ukiran kayu dan pembuatan gitar yang kesemuanya dilakukan tanpa menggunakan mesin, alias handmade. Harganya pun bervariasi, termahal adalah gitar yang dipesan langsung oleh orang Jepang dan di hargai 15 juta rupiah. Harga yang pantas untuk sebuah karya seni. 
Pak Ade, pengrajin gitar dari Desa Sawarna

Iqbal, pengrajin kayu ukir dari Desa Sawarna

Kembali ke destinasi utama kita, pantai sawarna dan tanjung layar. Menikmati sunset, dan senja dengan langit berwarna emas adalah satu yang tak boleh dilewatkan. Tapi itu juga jika hari cerah. Dan satu yang harus diingatkan adalah bahwa di pantai sawarna, terutama di tanjung layar kita tidak diperkenankan untuk berenang. Alasannya karena ombak yang tinggi dan batu karang yang terhampar, bukan pasir. Jika ingin berenang berjalanlah sedikit, maka pantai yang landai dengan pasir putih yang lembut akan menyambut. 
Pesona Tanjung Layar

Matahari terbenam di Pantai Sawarna

Jumat, 22 Februari 2019

Satu Tahun Museum Multatuli, Dari Lebak Untuk Dunia


Wilujeng milangkala, wilujeng tepang tahun, maal milad mubarok, happy birthday, tanjoubi omedetou, selamat ulangtahun yang pertama Museum Multatuli. Mugia janten sesuatu nu seueur mangfaatna kanggo sadayana.

Masih belum bisa move on dari acara milad pertama Museum Multatuli. Meski badan masih kurang oke, tapi kumaha carana kudu tetep datang. Loba alesan kunaon kudu datang. Salah satunya gak enak sama panitia acara (atau yang punya acara?), soalnya beberapa hari sebelumnya saya recet banget tanya itu ini. #sungkemkekakekBudinubageur 😊

Minggu, 10 Februari 2019

Curug Cipicung, keindahan tersembunyi di pelosok Sobang

Sabtu yang cerah, waktu yang tepat buat kukurilingan. Ya, kukurilingan adalah kata yang tepat juga saya sukai untuk menggantikan kata yang lebih sering digunakan seperti ngetrip misalnya. Kukurilingan dalam bahasa sunda berarti berkeliling atau mengelilingi. Tergantung penggunaan kata. Tujuan kukurilingan hari ini adalah curug cipicung, yang berada di kawasan kampung sukarasa, desa sukaresmi, kecamatan sobang, kabupaten lebak.

Adalah Feri, siswa kelas XII SMKN 1 Sobang yang telah berbaik hati untuk menjadi orang yang bersedia di repotkan. Mengapa Feri? Karena selain dia bertempat tinggal di kampung sukarasa, dia juga yang kemarin lusa sangat bersemangat mengajak saya dan kawan saya ke curug cipicung. Selain Feri, ada tiga kawan lagi semuanya dari SMKN1 Sobang. Total lima orang, sementara motor hanya ada dua. Satu siswa tidak jadi ikut karena harus ekskul paskibra. Dan jadilah satu motor dua dan tiga orang. Saya bertiga dengan Juhe dan Feri. Digayor, sebutan para tukang ojek untuk mereka yang satu motor dengan dua penumpang.

Perjalanan yang seru sekaligus ngeri. Seru karena sepanjang perjalanan di suguhi oleh pemandangan yang menyejukkan mata juga hati juga pikiran. Sejauh mata memandang hanya hijau yang terlihat. Lalu juga ngeri, karena naik motor bertiga di jalanan yang berbatu tak beraspal dan naik turun dan berbelokbelok. Dapat dibayangkan?
Sebenarnya tujuan awalnya bukan curug cipicung, tetapi curug cibangkit yang ada di sekitaran sobang juga. Curug yang tengah hits dikalangan anak instagram. Tapi selain lebih jauh juga sudah ramai pengunjung dan akhirnya curug cipicung menjadi pilihan.

Track yang sudah bagus gak akan terasa jauh karena selain memang hanya 1,5 km dari awal start. Pesawahan di sepanjang jalan jadi obat tersendiri untuk mengusir rasa lelah.
“Sekarang mah jalannya udah enak. Udah di batu. Dulu tuh kalo mau ke curug jalannya lewat galengan (pembatas sawah)” Ujar Feri yang sepanjang perjalanan senang bercerita.
Tak sampai tiga puluh menit sampailah kami pada tujuan, ketinggian curug kurang lebih 75 meter, dengan air yang jernih dan dingin, dengan hamparan sawah yang tak jauh dari curug. Serasa curug pribadi. Karena hanya kita berlima yang menikmati curug yang indah ini. Tetapi sebelum kami sampai ke curug, di tengah perjalanan kami berpapasan dengan rombongan yang baru turun dari  curug. Kurang lebih sekitar 20 orang. Dari tulisan dibaju yang di pakai, berasal dari jakarta dengan nama komunitas yang tertulis jelas, Laskar Hijau Jagaraksa.
Barisan Leuit di sepanjang perkampungan

Aliran sungai yang segar

Setelah perjalanan yang sepanjang perjalanannya di isi dengan obrolan ngalor ngidul penghilang lelah, tibalah kami di tempat tujuan. Debit air yang lumayan banyak, dengan air yang jernih dan segar. Tiga kawan langsung menceburkan diri ke dalam air, setelah sebelumnya menghabiskan perbekalan yang sengaja telah dipersiapkan. Setelah dirasa cukup bermain air dan berphoto, perjalanan pulang pun dimulai. Rasarasanya masih tak ingin lekas beranjak dari tempat seperti ini. Pesona indahnya bisa menyihir sesiapa yang melihatnya. Tapi yang namanya berkunjung ada saatnya kita meninggalkan tempat yang kita kunjungi untuk kemudian berkunjung kembali.
Udah mirip sama pose anak milenial belum? 😊

Di tengah perjalanan turun, ada aroma-aroma yang tercium oleh hidung-hidung yang tak tahu diri.
“Kayak wangi gula” kata Juhe, yang berjalan paling depan.
“Wangi durian ini mah” saya menimpali.
“Cari saung yang bikin gula yuk” ide keren Juhe.
Dan akhirnya sampai juga kami di saung yang memang sedang memasak gula aren. Setelah sebelumnya berbelok dan menanjak mencari saung, keluar dari jalur turun. Jadilah kami berlima, atas kebaikan pak Arha yang ternyata orang tua dari siswa kelas XII SMKN 1 Sobang, nyoletan gula muda dengan campuran durian. Dua piring gula aren muda yang dicampur dengan durian menjadi sesuatu yang pertama kali saya rasakan. Di saung. Di tengah hutan. Di bawah rimbun pepohonan. Dengan iringan nyanyian burung. Suara arus air yang ritmis menyejukkan. Nikmat dariNya mana lagi yang kamu ingkari?
Pak Arha, petani yang sedang memasak gula aren dengan sabar menjawab pertanyaan saya yang gak penting. Katanya, beberapa jam sebelum kita datang, gula yang sudah jadi yang siap pakai, sudah dibawa oleh pengepul untuk di jual. Padahal saya ingin sekali mencicipi gula yang sudah jadi yang katanya gula aren dari daerah sini rasanya enak.
“Berapa jam lagi pak biar bisa di cetak?” tanya saya ke pak Arha.
“Kira-kira setengah jam lagi” jawabnya.
Seandainya saja mereka mau menunggu setengah jam lagi, rasanya bakalan ada lagi acara kukurut yang gak kalah seru dari nyoletan.
Pak Arha dengan gula aren yang sedang dimasak

Gula ngora

Nyolétan gula ngora

Curug cipicung, harapan saya semoga tetap seperti itu saja. Tidak banyak sampah. Tidak kotor. Tidak ramai. Tak mengapa tak banyak yang tahu keberadaannya. Karena biasanya semakin banyak yang mendatangi semakin banyak sampah yang berserak. Iya, memang tak semua pengunjung adalah perusak alam. Banyak juga dari mereka yang punya hati mulia dengan tidak meninggalkan sampah dan membawa kembali sampahnya. Sebenarnya perkara sampah adalah perkara pribadi dan pembiasaan. Kalau pribadinya punya kebiasaan untuk tidak membuang sampah sembarangan, dimana pun dia berada hal itu akan tetap dilakukan. Jadi, jangan berharap punya pasangan yang tidak sembarangan kalau buang sampah saja masih sembarangan.

Ada banyak tempat bagus, keren, dan indah di sekitar kita. Tapi tak jarang kita lebih senang ke tempat yang jauh dengan alasan mungkin lebih ngehits, lebih terlihat kekinian, lebih terlihat gaul dan sebagainya. Padahal potensi wisata di sekitar adalah aset yang harus dijaga dan dirawat. Tak terkecuali Kecamatan Sobang yang punya banyak tempat keren yang selain harus didatengin juga harus dijaga agar tidak rusak. Jadi, mari jaga alam kita, tempat main kita, dengan cara tidak merusaknya.

Nyoletan = memakan gula aren yang masih cair (gula ngora) dengan cara di colek menggunakan bambu yang dibuat khusus. Atau biasa juga menggunakan jari
Gula muda = Gula aren yang masih cair dan masih dalam proses pembuatan. Oleh warga lokal disebut gula ngora (muda)
Kukurut = mengumpulkan sisa-sisa gula aren yang keluar dari alat cetak


Rabu, 06 Februari 2019

Preview, Sajian Menarik Dari Mereka Yang Kreatif

Malam sebelumnya, pesan WA untuk mengkonfirmasi.
“Besok jadikan? Kita berangkat dari sini jam setengah tujuh”
Dan percayalah, untuk ukuran hari libur jam setengah tujuh adalah masih lumayan pagi.
“Pagi banget. Acaranya kan jam dua belas” Balasan untuk kawan yang pasti sedang menunggu balasan.
“Diminta datang jam sebelas. Soalnya kita bawa kolecer* sama jangkorang* buat properti” Terangnya.
Beberapa jam sebelumnya, pada sebuah pesan WA.
“Teh, besok jadi datang kan?” Pertanyaan dari seseorang yang tenaga dan pikirannya tengah terkuras untuk satu tiket menuju masa depan.
“InsyaAlloh” Hanya jawaban singkat saja.
“Udah dapet satu orang lagi belum? Kan tiketnya buat dua orang?” Dengan emoticon di akhir kalimatnya.
“Belum. Etapi gak tau juga. Liat besok aja” Dengan tambahan emoticon di akhir kalimat.
***
Kereta Commuter Line(CL), entah jurusan mana pun selalu saja penuh. Lebih banyak yang berdiri daripada mereka yang duduk. Selalu seperti itu. Kadang saya sering mikir jahat, apa janganjangan kereta CL emang sengaja di desain buat jadi kereta penumpang berdiri bukan duduk. Dua jam bukanlah waktu yang sebentar untuk berdiri di kereta yang ramai, jika tak ingin disebut penuh. Ya, dua jam. Seratus dua puluh menit. Tujuh ribu dua ratus detik. Kurang lebih tujuh puluh dua kilometer. Sembilan belas stasiun.

Sedari beberapa hari sebelumnya, kondisi badan sedang kurang fit. Kepala pusing dan sakit, panas dingin, tiap malam demam, ditambah sakit gigi yang kadang ada kadang ilang kayak kabar kamu. Tapi karena sudah terlanjur bilang mau datang ke acaranya dan pengen tahu juga akhirnya saya paksakan berangkat.
Tiba di tempat acara, sebelum opening dimulai. Ya, kita (saya dan kawan yang adalah kakak dari pameris yang punya acara, beserta rombongan) memang datang untuk acara opening.
Ada diantara orangorang kreatif dan keren, rasanya minder aja gitu. Hahaha
Bayangin aja nih ya, di seusia mereka yang masih belia udah berhasil pamerin hasil karyanya untuk khalayak ramai. Nah saya pas ada di usia mereka boroboro bikin sesuatu yang bikin orang tertarik liat, yang ada saya masih maen gundu. Hahaha
Setelah opening beres, kukurilingan pun dimulai. Jadi gini, ini tuh acara pameran Tugas Akhir mahasiswa seni rupa UNJ. Judul pamerannya “Preview Exhibition 2019” yang di gawangi oleh sembilan mahasiswa dan aseli ya semuanya kerenkeren. Kuratonya pun gak kalah keren dan tentunya cantik, import langsung dari korea, Jeong OK Jeon, BFA, MFA. Yang sayang banget gak sempet photo bareng. Padahal pengen. Ya siapa tau gitu ya kan bisa ketularan cakep.

Jujur, ini tuh kali pertama saya masuk ke Jakarta Creative Hub. Ruangan yang dingin (iya dingin, kan ceritanya saya lagi gak enak badan) dan kepala yang masih rada kleyengan, gigi masih nyutnyutan, rindu yang memuncak, gak menghalangi niatan saya berkeliling dari satu karya ke karya yang lain. Total sembilan dan sepertinya kurang banyak. Tadinya tuh saya udah ngajak orang buat dateng kesini, buat gak bikin mubazir undangan yang emang untuk dua orang. Tapi ternyata...yasudahlah. Semoga lekas membaik, karena saya dan semesta menginginkan kabar yang baikbaik saja.

Sini saya kasih gambaran tempat acaranya. Nih ya, pas masuk ruang pameran kita bakalan disambut sama patung Cepot, tau Cepot kan? Itu loh, tokoh wayang golek dengan satu gigi dan kulit yang khas, merah. Disebelah kiri Cepot ada diorama menarik, Dinosaurus (seolah) tengah menyerang suatu daerah, disebelah kanan Cepot, ada buku aneka resep masakan mama dengan illustrasi yang cantik dan menarik. Agak masuk ke dalem, disebelah kanan terdapat layar yang memutar film yang menceritakan masa lalu negeri ini dengan sangat ‘gelo’ dan ngakak. Tidak terlalu jauh dari situ ada LCD TV yang memutar film animasi 2D tentang perempuan dan perbedaan juga perubahan style mereka dari generasi ke generasi. Lalu yang tak kalah menarik adalah sisi sebelah kiri, tiga lukisan dengan panjang 170 cm yang menurut saya sangat cantik dan menarik. Dari warna dan cerita yang ingin disampaikan, tiga lukisan dengan satu tema seolah dia sudah menceritakan dirinya sendiri. Symphaty for the rain, On the rain, God gave me love. Seakan mengajarkan kita bahwa keluarga, cinta, kenangan masa kecil dan halhal yang membersamainya adalah sesuatu yang sangat berharga. Lalu geser sedikit dari lukisan, dibawah tulisan Jakarta Creative Hub lapak kawan saya berada. Oke, lapak. Haha.
Buku anak dengan tiga bahasa, Bahasa Indonesia, Basa Sunda, English Language. Lima buku yang diangkat dari lagu permainan anakanak. Kawih Kaulinan, menjadi tema yang dia angkat. Lagu permainan, jika diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia. Selain membaca buku kita juga bakalan diperdengarkan beberapa kakawih (lagu) yang bisa di scan QR di sampul buku.
Persis di depan lapak kawan saya, ada dongeng dari Kalimantan Timur yang di digitalisasi dan menjadi aplikasi keren, dengan cerita yang bagus lalu gambar dan suara yang juga bagus. Judul ceritanya, Dewi Sarang Burung Pallas Baruni.
Symphaty for the rain

Lapaknya "Kawih Kaulinan"

Mejeng bareng Pameris (Author, Illustrator, Artist)

Di ruang theater, tempat paling ujung, tempat saya paling banyak duduk disana karena kepala yang gak bisa diajak temenan. Film animasi 2D diputar, film yang konsep ceritanya tentang manfaat menabung.
Semuanya keren. Karena jujur saya gak bisa menghasilkan seperti apa yang telah mereka hasilkan. Konsepnya pun bagus, menarik, bikin betah dan nagih. Cuma mungkin kalo boleh saran (atau mungkin ganti tempat), lebih enak kalo film yang bertema masa lalu Indonesia di putar di ruang theater, mengingat durasi yang lumayan panjang (sekitar 25 menit). Iya sih ada sofa dan marwah karpet, tapi itu gak bisa nampung banyakan. Dan kebetulan pas nonton, saya kebagian yang berdiri dan ternyata lumayan pegel loh gaes. Sementara film animasi yang ada di ruang theater durasinya cukup pendek, jadi kalo pun nonton sambil berdiri ya masih nyaman aja gitu.
Untuk keseluruhannya udah keren kok. Orang yang suka seni, entah seni apa pun udah auto keren aja atau emang mereka tuh udah di setting keren dari sananya kali ya.

Sekarang mari istirahat, karena gak cuma badan, rindu pun perlu istirahat. Semoga besok bisa kembali untuk satu kegiatan yang telah menanti. Semoga membaik dan jangan lupa bahagia.
Salam.


Kolecer = balingaling yang terbuat dari bambu, permainan tradisional. Biasanya disimpan diatas pohon untuk menghadang angin dan menghasilkan bebunyian
Jangkorang = Permainan tradisional yang terbuat dari bambu. Dalam bahasa indonesia disebut juga egrang