Rabu, 10 Juli 2019

Akhirnya Wisuda


Jangan lihat saya dengan toga yang telah terpakai. Karena untuk berada di titik ini tidaklah mudah. Ya, saya merasa selain kapasitas otak yang berada dibawah ratarata, mengenakan toga untuk kedua kalinya adalah hal yang luar biasa menurut saya.

Percaya atau nggak hidup saya tuh gak pernah lepas dari komenkomen para mereka yang mungkin amat sangat peduli dengan hidup saya, dan kuliah pun demikian. Semisal ada yang bilang gini (dan ini sering banget) "kuliah kok jurusan perpustakaan", "buat jagain buku doang mah ngapain harus kuliah", "kuliah kok di jurusan gak keren dan jarang peminat", "bakalan susah cari kerja" dan sebagainya dan sebagainya tentang program studi ilmu perpustakaan yang saya pilih. Dan itu baru jurusannya. Belum tempat kuliahnya. Komen seperti "kuliah kok di Universitas Terbuka, bakalan lama", "lulusan Universitas Terbuka gak bakal bisa jadi PNS", "emang ijazah Universitas Terbuka bisa pake ngelamar kerja?", "kapan lulus?", "makanya jangan kuliah di Universitas Terbuka, gak luluslulus kan?". Dan manusiamanusia macam gitu mah diemin aja, nanti juga mati pada waktunya.

Sebelah kanan Pustakawan keren dari Papua Barat

Buat saya, lulus itu bukan hanya menyoal "tepat waktu" tetapi "(di) waktu yang tepat". Banyak dari kalian yang lebih beruntung dari saya yang kuliah dengan biaya dari orang tua. ada alasan mengapa saya gak luluslulus, ya karena tiap gak bisa bayar semesteran saya harus cuti. Karena di Universitas Terbuka jika cuti tidak harus bayar registrasi semester berikutnya. Dan itu gak sekali dua kali. Lebih dari itu. Jadi, udah tau kan alasannya mengapa saya lulusnya lama? Kuli dulu gaes, buat bayaran semester.

PW saya nih, aa dan teteh

Lalu jika ada yang bilang jurusan ilmu perpustakaan nyari kerjanya susah. Kalian salah. Salah besar. Karena maaf, maaf banget ya jauh sebelum saya lulus saya sudah kerja dan bukan saya yang ngelamar kerjaan tapi kerjaan yang lamar saya. Maaf ya bukan sombong tapi ini fakta loh. Dan buat yang nyinyirin saya tentang ini beberapa sudah lulus jauh sebelum saya dan masih belum kerja. Mantapkan. Makanya, percaya aja kalo yang namanya rezeki tuh gak bakalan ketuker. Rezeki itu udah sesuai porsinya masingmasing.

Ponakan bibiiiii....

Buat mahasiswa Universitas Terbuka yang mahasiswanya paling banyak seIndonesia Raya Merdeka, bisa ikut upacara wisuda di Universitas Terbuka Pusat gedung UTCC (Universitas Terbuka Convention Center) adalah impian hampir semua mahasiswa, makanya biar kata saya lagi sakit ya dikuatkuatin buat ikut. Dan Alhamdulillah Alloh kembali ngasih saya kesempatan untuk kembali hadir di tempat yang sama diantara lebih dari seribu lima ratusan wisudawan dari berbagai daerah di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ya, kali kedua di tempat yang sama dengan suasana haru biru yang luar biasa. Semoga kelak saya bisa kembali mengikuti upacara wisuda di UTCC (Universitas Terbuka Convention Center) dengan toga biru muda. Aamiin...

Alhamdulillah

Ini juga adalah janji saya pada diri, dan pemenuhan janji pada Bapak untuk "minimal lulus S1, kalo ada modal lanjut lagi" dan inilah saya anak Bapak dan Emak, doakan semoga ilmu yang telah saya dapat tidak menjadikan saya manusia yang sombong, semoga ilmunya menjadi berkah dan bermanfaat untuk umat, bukankah sebaikbaiknya manusia adalah yang bermanfaat untuk manusia lainnya? Bukankah manusia yang bahagia adalah manusia yang bermanfaat untuk sesama? Tapi ingat, bermanfaat ya bukan dimanfaatkan. Walau kata dasarnya sama tapi kalo udah ketemu imbuhan maknanya jadi beda.
Jadi gimana? Jadilah manusia yang bermanfaat untuk umat.


#salamliterasi
#pustakawan

SiDede

Senin, 06 Mei 2019

Seba Baduy dan Carita SiDede


Udah dari jauh-jauh hari nunggu banget acara Seba Baduy tahun ini, selain ada acara lomba menulis esai tentang seba baduy (tapi saya gak ikut lomba) juga pengen banget bayar utang seba tahun lalu yang cuma hadir di acara inti saja. Niat hati tuh pengen liat pas Urang Kanekes datang ke Pendopo.
Tapi ternyata awal pekan kemarin, saya baru tahu acara perpisahan kelas tiga di sekolah adalah di hari yang sama dengan pelaksanaan Seba Baduy. Dan seharian yang ada galau aja gitu. Ibarat kata tuh raga ada di acara Paturay Tineung tapi pikiran melayang ke acara Seba. Iya. Saya masih punya pikiran. Walau kadang gak normal.

Tugas sih emang cuma bagian konsumsi tapi ternyata gak cuma ngurusin konsumsi doang, hal lain juga yang harusnya bukan urusan saya tapi entah mengapa kok jadi saya yang berurusan ya. Rundown acara cuma sampai dzuhur, setelah Cucurak (makan bersama sebelum puasa) acara selesai. Dan saya bisa langsung melarikan diri ke Pendopo. Kali ini pun keinginan dan kenyataan tak seiring sejalan. Selesai Cucurak di lanjut dengan rapat dan evaluasi kegiatan dan lain sebagainya. Ashar baru beres. Lalu hujan turun dengan lumayan deras. Pasrah aja udah. Sementara WhatsApp udah rame. Belum lagi pertanyaan, "Masih dimana?" "Jadi ke Pendopo kan?" "Kita udah nyampe" Dan pertanyaan serupa yang membuat saya makin gak enak.
Jadi orang yang keukeuh macem saya ini ada enak gak enaknya juga. Gak enaknya ya paling capekcapek gak jelas gitu, tapi enaknya banyak. Selain bisa puasin rasa pengen tau yang kadang gak tau diri, bisa juga ngilangin capek yang kadang gak tau diri juga.

 Gunung Batu Squad

Jam lima lewat lima belas menit perjalanan dimulai, dari Sobang menuju Pendopo Kabupaten Lebak tempat berlangsungnya acara Seba. Entah mengapa rasanya perjalana Sobang-Rangkasbitung kali ini terasa lama banget. Banget. Kabut tebal yang bikin jarak pandang terbatas menjadi alasan. Selepas hujan menjelang petang adalah perpaduan sempurna untuk kabut yang lumayan bikin degdegan.

Jam tujuh lewat dua puluh menit saya akhirnya sampai di kantor Museum Multatuli untuk ketemu "orang penting" dan nitip tas dan langsung ngacir ke Pendopo. Sementara chat WA masih beberapa yang belum dibaca dan dibalas. "Teh, jadi ke pendopo kan?" "Kita lagi di bazaar" "Aku sama yang lain lagi di balong" "Ada Tonggeret loh" Duh Gusti, coba gitu itu pintu Doraemon bisa dipinjam barang sebentar.

Sesampai di Pendopo saya langsung menuju tempat mereka berada. Bukan. Bukan mereka yang ngechat saya dari tadi siang, tapi Tonggeret. Hahaha
Dengerin musiknya sambil liat yang main (musik)nya kan paket lengkap. Setelah dapet tempat yang yang lumayan enak deket tumpukan cau galek yang juga ada kawan dan ponakan, saya kabarin yang lain kalo saya sudah sampai. Badan yang lumayan capek. Perjalanan yang gak cihuy, langsung minggat pas saya deprok.

Tonggeret ti Pakidulan

Buat saya Seba Baduy di tiap tahunnya selalu punya cerita yang berbeda, walau pada dasarnya sama saja. Urang Kanekes datang ke Pendopo, lalu Jaro, lalu Bupati, lalu apa yang mereka bawa, lalu hiburan yang disediakan,  lalu para pengunjung, selalu sama. Bedanya mungkin apa yang saya rasakan setiap hadir di Seba dari tahun ke tahun. Liat Urang Kanekes di acara Seba ada sesuatu yang membuat saya ingin bertanya terutama kepada diri saya sendiri. Mereka yang setiap tahunnya melaksanakan ritus yang telah ada sejak lampau dan diteruskan turun temurun, mereka yang harus menjaga adat agar tak tergerus oleh modernisasi, mereka yang sebagian besar dari kita menganggapnya berbeda. Apakah telah mendapat hak yang sama sebagai warga negara atau sebagai manusia tanpa adanya eksploitasi?

Cau Galek

Apa mereka tak merasa bahwa apa yang mereka jaga, ritual yang telah ada turun temurun, telah juga menjadi....yasudahlah. Saya, sebagai manusia dengan pengetahuan yang terbatas rasanya malu. Malu untuk alasan yang entah.

Ngomongin Urang Kanekes, gak bakalan cukup dengan sejam dua jam atau sehari dua hari. Mereka dengan semua kisah yang melingkupinya, mereka dengan keteguhan adat yang dipegangnya, yang saat ini harus dengan lebih keras mereka jaga. Gempuran dunia luar semoga tidak menggerus nilainilai luhur dan apa yang telah menjadi amanat leluhur turun temurun.

Para Penjaga Adat

Tema Seba Baduy tahun ini "Ngarumat Warisan Budaya, Ngahontal Karaharjaan" yang datang hanya 1037 orang dengan 13 orang dari baduy dalam. Lebih sedikit dari tahuntahun yang lalu. Apa yang mereka bawa untuk panggede pun tidak terlalu banyak. 

Setelah rangkaian acara selesai dan beberapa kawan telah berkumpul, saatnya berburu sesuatu sebelum pulang. Berburu Tonggeret ti pakidulan buat nunjukin ke orang yang seneng banget ngeledekin saya dan menjawab pertanyaan saya "Ada Tonggeret gak?" dengan "Ada, di rumahnya masingmasing"

"Tonggeretnya dimana, teh?" Pertanyaan yang saya jawab dengan culak cileuk karena saya juga tidak tahu mereka dimana. Sebelumnya saya bilang ke kawan kalo saya pengen banget ketemu Tonggeret. "Bentar, tanya dulu" dan saya ngeDM salah satunya untuk tanya dan bertemu. Lalu jawaban pun didapat, "Samping panggung. Duduk di bawah pohon"

Penggemar garis keras 😂

Padahal udah pake masker tapi tetep aja ketauan. Emang ya buguru smanti ahiw pisan. Malu kan jadinya. (Jadi berencana pengen ganti masker baru). Ternyata siibu merhatiin pas saya bersama salah satu tonggeret dan manajernya. Dan ya gitu lah ya... Makasih ya bu, udah mau photoin.

Hatur nuhun pak Wisnu yang sudah bersedia nanggepin pertanyaan saya yang gak jelas, terima kasih juga buat diskusi yang sebentar tapi seru tentang Cibeber. Nanti mah harus jangan sebentar aja ya pak. Cibeber buat saya tuh gak cuma Kecamatan paling luas di Kabupaten Lebak. Cibeber buat saya adalah candu bahkan saat sebelum saya pernah kesana.

Dari semua hal yang telah terjadi hari ini, kiranya bahwa sang pemilik semesta selalu memiliki kejutan dan rencana yang rahasia dan luar biasa. Rasanya tak akan cukup hanya dengan ucapan terima kasih saja. Rasanya tak akan bisa dan akan pernah bisa membalas apa yang telah diberikanNya sampai dengan detik ini. Wahai pemilik semesta, terima kasih untuk masih memberikan kesempatan hidup sampai dengan saat ini. Semoga Lebak beserta penghuninya dan segala yang membersamainya selalu ada dalam Rahmat dan BerkahMu. Aamiin.
Selamat menjalankan puasa Ramadhan, semoga puasa kita diterimaNya.



Salam

SiDede





Jumat, 26 April 2019

Piala Pertama

Alhamdulillah... dan akhirnya punya piala juga. Piala pertama seumur saya hidup. Hahaha...iya lebay. gak usah komen. Baru kali ini ikutan lomba dan pulang jadi juara ya walau bukan juara pertama. Padahal gak ngarep jadi juara sama sekali karena selain nyadar diri juga rasa kesel yang bukan hanya udah nyampe ke ubunubun tapi ke tulang belulang juga. Jadi gini ceritanya. Saya di paksa suruh ikut lomba Pemilihan Pustakawan Berpestasi padahal jangankan punya prestasi punya pasangan keinginan buat ikut lomba pun nggak. Dan waktu yang mepet banget udah bikin rungsing duluan. Jam setengah satu siang kepsek kirim wa isinya besok kudu berangkat lomba. Padahal semua persiapannya belum satu pun saya siapin. Mengapa? Karena di juklak buat lomba tingkat provinsi adalah bulan juni ya walau masih tentatif gak sengedadak ini kan. Akhirnya saya ngelembur buat bikin apa yang harus dibawa besok. Begadang nyampe mau adzan subuh. Dengan kekuatan kepepet dan keuheul plus jengkel, akhirnya tuh makalah jadi juga dalam waktu semalem. Jadi, dengan segala persiapan yang seadanya saya gak berani mimpi buat jadi juara.
*Dan perihal mengapa saya jengkel saya tulis di akhir cerita.

Pemilihan Tenaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan Jenjang SMK Tingkat Provinsi Banten Tahun 2019. Liat judulnya aja saya udah serem. Tapi yaudahlah ya Bismillah aja dulu. Kagok. Ada delapan kategori lomba, yaitu Pengawas Berprestasi, Kepala Sekolah Berprestasi, Kepala Sekolah Berdedikasi Daerah Khusus, Guru Berprestasi, Guru Berdedikasi Daerah Khusus, Kepala Administrasi Sekolah, Laboran dan Pustakawan. Saya yang kategori Pustakawan Sekolah Berprestasi.


Tempat pelaksanaannya di hotel Istana Nelayan, jatiuwung, kota Tangerang. Dan tau gak kalo jatiuwung sekarang beda banget sama jatiuwung beberapa tahun silam. Dulu saya pernah numpang tinggal di sana dan rada kaget liat perubahannya. Pembangunan yang pesat di berbagai daerah tak terkecuali jatiuwung.

Jadwal acara dari selasa 23 April 2019 sampai jumat 26 April 2019. Dari jam 8 pagi sampe 9 malem. Tapi jadwal tinggallah jadwal. Karena hari selasa sampai jam 11 malam. Bayangin aja gimana rasanya ngerjain tes akademik di jam 10 malam sambil ngantuk, capek, dan lainlain dan lainlain. Gak nyampe disitu. Kelar tes saya kudu begadang lagi buat bikin slide yang emang belum dibikin dari rumah. Ternyata cuma kuat beunta nyampe jam satu dini hari kurang sedikit. Pagi hari rabu dilanjut lagi. Karena jadwal presentasi jam 1 siang.

Peserta dari Kabupaten Lebak

Ternyata perjalanan saya ikut lomba gak semulus wajah bintang iklan skin care. Jam 12 siang, satu jam sebelum presentasi file slide yang emang belum beres gak bisa dibuka padahal udah mendekati selesai. Di tambah laptop sedikit bermasalah. Rasanya pengen nangis jejeritan. Untungnya saya dapet no. urut ke tiga, sadikit rada lega juga buat bikin slide dari awal lagi. Slide persentasi yang seadanya banget. Gak berenti disitu aja, pas giliran saya presentasi ternyata notebook yang saya pinjam gak ada colokan VGA, transfer dulu lah ke Flasdisk punya saya. Gak kebaca juga. Kalut. Pinjam flashdisk kawan gak kebaca juga. Dua kali saya coba hasilnya tetap sama. Makin kalut. Sementara detik telah berganti menit yang sudah terbuang banyak dengan percuma. Juri turun tangan buat transfer data dengan segala kenyiyirannya dan hasilnya sama. Gagal. Akhirnya saya presentasi dengan notebook dan materi seadanya.

Wahai juri penguji yang budiman, gak mesti nyiyir lah ya kan kita samasama manusia. Kalian mah enak gak ngerasain gimana jadi saya. Gak mau tau juga alasan dibalik semuanya. Tapi tenang aja Alloh mah Maha Mengetahui kok. Dengan semua yang telah terjadi dan terlewati hari itu saya mah udah pasrah apapun hasilnya.
Main ke TangCity Mall adalah pilihan yang tepat buat sedikit kasih udara ke otak yang udah kerja keras. Saya udah gak perduli lagi dengan hasil lomba. Sabodo teuing. Nu penting malam ini saya mau main dan sare nu tibra.

Hari kamis, pengumuman dan penutupan sekaligus. Gak jadi hari jumat. Karena semua udah dipadetin nyampe malem. Dapet juara ke dua adalah sesuatu yang diluar ekspektasi saya. Ya, saya mah udah gak berharap jadi juara dari awal lomba. Bukan kerena psimis tapi karena nyadar diri dengan kemampuan saya dan segala persiapan yang seadanya rasanya gak tau diri aja gitu kalo mimpi jadi juara. Tapi ternyata kehendak Alloh dan campur tangan juri merubah segalanya. Qodarulloh, juara dua adalah sesuatu yang mustahil bagi saya tapi tidak bagi semesta dan pemiliknya.

Balad Lebak

Kabupaten Lebak membawa 4 piala dari 8 kategori lomba walau tak ada yang juara satu tapi setidaknya kita telah berusaha semampu dan sebisanya. Tahun ini Kebupaten Pandeglang memborong piala dan menjadi juara umum. Selamat buat kawan pustakawan yang akan bertanding di Tingkat Nasional. Banten ada dipundakmu kali ini. Semoga semesta dan pemiliknya meridhoi dan melancarkan segala urusannya.

Majulah terus perpustakaan dan pustakawan dimana pun berada. Tak mengapa profesi kita yang selalu dipandang sebelah mata oleh mereka. Buktikan dengan prestasi pada mereka bahwa kita adalah juga manusia yang punya potensi.

Photo bersama sebelum kembali pulang

Terima kasih saya ucapkan untuk semua yang telah membantu dan memberi semangat. Kawan yang udah pinjemin notebook kesayangannya selama tiga hari. Orangorang hebat yang tak pelit memberi nasihat, motivasi, semangat, dan meyakinkan saya bahwa saya bisa dan mampu walau saya sendiri tidak merasa bisa dan mampu.
Terima kasih juga buat orangorang yang tidak pinjemin saya laptop buat lomba karena mungkin kalian berpikir kalo saya gak bakal menang dan percuma aja buat pinjemin. Besok kalo hadiah lomba udah cair saya mau beli laptop. Supaya gak ngemisngemis pinjem lagi ke kalian.




Salam


SiDede

Kamis, 21 Maret 2019

Kukurilingan Bersponsor #1

“Kalian udah ditunggu” 
“Udah telat nih, kesan pertama loh kita” 
”Idealnya jam 8 kurang kita udah di lokasi” 
08:08, tiga pesan di WAG yang semakin membuat gak enak. Sudah lewat 8 menit dari waktu yang di janjikan, entah siapa yang memulai untuk telat. Kita berenam, satu orang sudah sampai lokasi, dan lima orang lainnya masih dalam perjalanan, saya termasuk kedalam lima orang yang masih dalam perjalanan. Padahal saya sudah menunggu di tempat yang sudah disepakati sehari sebelumnya jauh sebelum jam 8. Kesempatan pertama dan sudah telat. Jikapun tak jadi dilanjutkan tak mengapa. Pasrah saja. Tak perlu menyalahkan sesiapa. Ini team. Satu telat semua telat. Satu salah semua menerima. 
08:12, akhirnya sampai di titik kumpul. Lewat 12 menit dan semakin merasa tak enak. Canggung. Malu. Dan semacamnya beradu padu. Padahal kami yang menyanggupi untuk datang tepat pukul 08:00. 
08:20, perjalanan menuju selatan dimulai, setelah sebelumnya berphoto bersama di depan kantor Diskerpus Kabupaten Lebak dan tak lupa berdoa.
Siap Gaes?

Menuju daerah selatan Kabupaten Lebak harus melewati beberapa kecamatan yang tak kalah keren dan menarik untuk di kunjungi. Sebut saja misalnya Malingpnig, Cihara, Panggarangan, dan Bayah yang merupakan daerah tujuan kali ini. Garis pantai yang membentang dengan ombak yang tinggi, membuat sesiapa menikmati suguhan indah dari yang Maha Indah.

Dan kali ini tujuan kami adalah Pantai Sawarna. Pantai sawarna merupakan pantai yang berada di Desa Sawarna, Kecamatan Bayah, Kabupaten Lebak, dengan Tanjung Layar sebagai ikon wisata pantai sawarna. Tanjung Layar adalah sebutan untuk dua batu karang menjulang yang jika di lihat hampir menyerupai layar dari sebuah kapal. Dibelakang batu layar terdapat bentangan batu karang yang seolah menjadi pagar penghalang agar ombak tak langsung menerjang batu layar. 
Ikon Tanjung Layar

Tak hanya Tanjung Layar, pantai lain di sepanjang sawarna pun tak kalah menarik. Pantai Karang Taraje, Pantai Karang Bokor, Karang Seupang, Pantai Ciantir, Pantai Pulo Manuk, Pantai Legon Pari, Pantai Pasir Putih, menjadi pantai yang tak boleh di lewatkan jika berkunjung ke sawarna. Selain pantai ada juga Gua yang berjarak tak jauh dari pantai, sebut saja Gua Sikadir, Gua Cimaul, Gua Singalong, Gua Langir, Gua Lalay, Gua Harta Karun, Gua Kanekes, Gua Seribu Candi, dan masih banyak Gua yang lain. 
Papan penunjuk arah di depan tempat kami menginap

13:00, kami sampai di pintu masuk utama pantai sawarna. 
“Pintu Indomaret” jawab petugas di pintu masuk saat saya tanya nama pintu masuk ini.
Alasan mengapa diberi nama "Pintu Indomaret" adalah karena pintu masuk yang bersebelahan dengan Indomaret.
Pintu masuk Indomaret (Kampung Cibeas)

Pintu pertama ini berada di Kampung Cibeas, Desa Sawarna dan setelah melewati jembatan, kita berada di Desa Cikaung, desa wisata yang sudah ramai oleh para wisatawan dan juga penginapan. Selain “Pintu Indomaret” ada juga pintu lain untuk masuk ke kawasan pantai sawarna. Pintu Kedua yang merupakan pintu baru berada di Kampung Ciroyom, tidak terlalu jauh dari pintu pertama. Pintu Ciroyom lebih ramai, karena terdapat lahan parkir yang cukup luas. Dan kebanyakan pengunjung yang datang menggunakan mobil atau bus masuk melewati pintu dua. 
Pintu masuk Kampung Ciroyom

Dan mengapa kami sampai sawarna pukul 13:00? Karena kami mencoba melewati rute dari arah Kecamatan Cilograng. Lebih jauh memang, tapi lebih keren dan menantang. Rute yang meliukliuk dan hijau sepanjang mata memandang. Percayalah bahwa Lebak mempunyai semua yang kita butuhkan. Mungkin Tuhan tengah berbaik hati saat menciptakan Lebak. Bersyukurlah sebanyak-banyaknya. 
Pintu masuk dari arah Kecamatan Cilograng

Tak hanya pantai dan bentangan alam yang indah, Desa Sawarna juga memiliki tangantangan kreatif yang karyanya telah menembus pasar internasional. Dari sebah desa di pesisir telah tumbuh para seniman yang tak hanya mengharumkan tempat mereka tinggal saja. Industi kerajinan tangan, ukiran kayu dan pembuatan gitar yang kesemuanya dilakukan tanpa menggunakan mesin, alias handmade. Harganya pun bervariasi, termahal adalah gitar yang dipesan langsung oleh orang Jepang dan di hargai 15 juta rupiah. Harga yang pantas untuk sebuah karya seni. 
Pak Ade, pengrajin gitar dari Desa Sawarna

Iqbal, pengrajin kayu ukir dari Desa Sawarna

Kembali ke destinasi utama kita, pantai sawarna dan tanjung layar. Menikmati sunset, dan senja dengan langit berwarna emas adalah satu yang tak boleh dilewatkan. Tapi itu juga jika hari cerah. Dan satu yang harus diingatkan adalah bahwa di pantai sawarna, terutama di tanjung layar kita tidak diperkenankan untuk berenang. Alasannya karena ombak yang tinggi dan batu karang yang terhampar, bukan pasir. Jika ingin berenang berjalanlah sedikit, maka pantai yang landai dengan pasir putih yang lembut akan menyambut. 
Pesona Tanjung Layar

Matahari terbenam di Pantai Sawarna