Jumat, 22 Februari 2019

Satu Tahun Museum Multatuli, Dari Lebak Untuk Dunia


Wilujeng milangkala, wilujeng tepang tahun, maal milad mubarok, happy birthday, tanjoubi omedetou, selamat ulangtahun yang pertama Museum Multatuli. Mugia janten sesuatu nu seueur mangfaatna kanggo sadayana.

Masih belum bisa move on dari acara milad pertama Museum Multatuli. Meski badan masih kurang oke, tapi kumaha carana kudu tetep datang. Loba alesan kunaon kudu datang. Salah satunya gak enak sama panitia acara (atau yang punya acara?), soalnya beberapa hari sebelumnya saya recet banget tanya itu ini. #sungkemkekakekBudinubageur 😊

Minggu, 10 Februari 2019

Curug Cipicung, keindahan tersembunyi di pelosok Sobang

Sabtu yang cerah, waktu yang tepat buat kukurilingan. Ya, kukurilingan adalah kata yang tepat juga saya sukai untuk menggantikan kata yang lebih sering digunakan seperti ngetrip misalnya. Kukurilingan dalam bahasa sunda berarti berkeliling atau mengelilingi. Tergantung penggunaan kata. Tujuan kukurilingan hari ini adalah curug cipicung, yang berada di kawasan kampung sukarasa, desa sukaresmi, kecamatan sobang, kabupaten lebak.

Adalah Feri, siswa kelas XII SMKN 1 Sobang yang telah berbaik hati untuk menjadi orang yang bersedia di repotkan. Mengapa Feri? Karena selain dia bertempat tinggal di kampung sukarasa, dia juga yang kemarin lusa sangat bersemangat mengajak saya dan kawan saya ke curug cipicung. Selain Feri, ada tiga kawan lagi semuanya dari SMKN1 Sobang. Total lima orang, sementara motor hanya ada dua. Satu siswa tidak jadi ikut karena harus ekskul paskibra. Dan jadilah satu motor dua dan tiga orang. Saya bertiga dengan Juhe dan Feri. Digayor, sebutan para tukang ojek untuk mereka yang satu motor dengan dua penumpang.

Perjalanan yang seru sekaligus ngeri. Seru karena sepanjang perjalanan di suguhi oleh pemandangan yang menyejukkan mata juga hati juga pikiran. Sejauh mata memandang hanya hijau yang terlihat. Lalu juga ngeri, karena naik motor bertiga di jalanan yang berbatu tak beraspal dan naik turun dan berbelokbelok. Dapat dibayangkan?
Sebenarnya tujuan awalnya bukan curug cipicung, tetapi curug cibangkit yang ada di sekitaran sobang juga. Curug yang tengah hits dikalangan anak instagram. Tapi selain lebih jauh juga sudah ramai pengunjung dan akhirnya curug cipicung menjadi pilihan.

Track yang sudah bagus gak akan terasa jauh karena selain memang hanya 1,5 km dari awal start. Pesawahan di sepanjang jalan jadi obat tersendiri untuk mengusir rasa lelah.
“Sekarang mah jalannya udah enak. Udah di batu. Dulu tuh kalo mau ke curug jalannya lewat galengan (pembatas sawah)” Ujar Feri yang sepanjang perjalanan senang bercerita.
Tak sampai tiga puluh menit sampailah kami pada tujuan, ketinggian curug kurang lebih 75 meter, dengan air yang jernih dan dingin, dengan hamparan sawah yang tak jauh dari curug. Serasa curug pribadi. Karena hanya kita berlima yang menikmati curug yang indah ini. Tetapi sebelum kami sampai ke curug, di tengah perjalanan kami berpapasan dengan rombongan yang baru turun dari  curug. Kurang lebih sekitar 20 orang. Dari tulisan dibaju yang di pakai, berasal dari jakarta dengan nama komunitas yang tertulis jelas, Laskar Hijau Jagaraksa.
Barisan Leuit di sepanjang perkampungan

Aliran sungai yang segar

Setelah perjalanan yang sepanjang perjalanannya di isi dengan obrolan ngalor ngidul penghilang lelah, tibalah kami di tempat tujuan. Debit air yang lumayan banyak, dengan air yang jernih dan segar. Tiga kawan langsung menceburkan diri ke dalam air, setelah sebelumnya menghabiskan perbekalan yang sengaja telah dipersiapkan. Setelah dirasa cukup bermain air dan berphoto, perjalanan pulang pun dimulai. Rasarasanya masih tak ingin lekas beranjak dari tempat seperti ini. Pesona indahnya bisa menyihir sesiapa yang melihatnya. Tapi yang namanya berkunjung ada saatnya kita meninggalkan tempat yang kita kunjungi untuk kemudian berkunjung kembali.
Udah mirip sama pose anak milenial belum? 😊

Di tengah perjalanan turun, ada aroma-aroma yang tercium oleh hidung-hidung yang tak tahu diri.
“Kayak wangi gula” kata Juhe, yang berjalan paling depan.
“Wangi durian ini mah” saya menimpali.
“Cari saung yang bikin gula yuk” ide keren Juhe.
Dan akhirnya sampai juga kami di saung yang memang sedang memasak gula aren. Setelah sebelumnya berbelok dan menanjak mencari saung, keluar dari jalur turun. Jadilah kami berlima, atas kebaikan pak Arha yang ternyata orang tua dari siswa kelas XII SMKN 1 Sobang, nyoletan gula muda dengan campuran durian. Dua piring gula aren muda yang dicampur dengan durian menjadi sesuatu yang pertama kali saya rasakan. Di saung. Di tengah hutan. Di bawah rimbun pepohonan. Dengan iringan nyanyian burung. Suara arus air yang ritmis menyejukkan. Nikmat dariNya mana lagi yang kamu ingkari?
Pak Arha, petani yang sedang memasak gula aren dengan sabar menjawab pertanyaan saya yang gak penting. Katanya, beberapa jam sebelum kita datang, gula yang sudah jadi yang siap pakai, sudah dibawa oleh pengepul untuk di jual. Padahal saya ingin sekali mencicipi gula yang sudah jadi yang katanya gula aren dari daerah sini rasanya enak.
“Berapa jam lagi pak biar bisa di cetak?” tanya saya ke pak Arha.
“Kira-kira setengah jam lagi” jawabnya.
Seandainya saja mereka mau menunggu setengah jam lagi, rasanya bakalan ada lagi acara kukurut yang gak kalah seru dari nyoletan.
Pak Arha dengan gula aren yang sedang dimasak

Gula ngora

Nyolétan gula ngora

Curug cipicung, harapan saya semoga tetap seperti itu saja. Tidak banyak sampah. Tidak kotor. Tidak ramai. Tak mengapa tak banyak yang tahu keberadaannya. Karena biasanya semakin banyak yang mendatangi semakin banyak sampah yang berserak. Iya, memang tak semua pengunjung adalah perusak alam. Banyak juga dari mereka yang punya hati mulia dengan tidak meninggalkan sampah dan membawa kembali sampahnya. Sebenarnya perkara sampah adalah perkara pribadi dan pembiasaan. Kalau pribadinya punya kebiasaan untuk tidak membuang sampah sembarangan, dimana pun dia berada hal itu akan tetap dilakukan. Jadi, jangan berharap punya pasangan yang tidak sembarangan kalau buang sampah saja masih sembarangan.

Ada banyak tempat bagus, keren, dan indah di sekitar kita. Tapi tak jarang kita lebih senang ke tempat yang jauh dengan alasan mungkin lebih ngehits, lebih terlihat kekinian, lebih terlihat gaul dan sebagainya. Padahal potensi wisata di sekitar adalah aset yang harus dijaga dan dirawat. Tak terkecuali Kecamatan Sobang yang punya banyak tempat keren yang selain harus didatengin juga harus dijaga agar tidak rusak. Jadi, mari jaga alam kita, tempat main kita, dengan cara tidak merusaknya.

Nyoletan = memakan gula aren yang masih cair (gula ngora) dengan cara di colek menggunakan bambu yang dibuat khusus. Atau biasa juga menggunakan jari
Gula muda = Gula aren yang masih cair dan masih dalam proses pembuatan. Oleh warga lokal disebut gula ngora (muda)
Kukurut = mengumpulkan sisa-sisa gula aren yang keluar dari alat cetak


Rabu, 06 Februari 2019

Preview, Sajian Menarik Dari Mereka Yang Kreatif

Malam sebelumnya, pesan WA untuk mengkonfirmasi.
“Besok jadikan? Kita berangkat dari sini jam setengah tujuh”
Dan percayalah, untuk ukuran hari libur jam setengah tujuh adalah masih lumayan pagi.
“Pagi banget. Acaranya kan jam dua belas” Balasan untuk kawan yang pasti sedang menunggu balasan.
“Diminta datang jam sebelas. Soalnya kita bawa kolecer* sama jangkorang* buat properti” Terangnya.
Beberapa jam sebelumnya, pada sebuah pesan WA.
“Teh, besok jadi datang kan?” Pertanyaan dari seseorang yang tenaga dan pikirannya tengah terkuras untuk satu tiket menuju masa depan.
“InsyaAlloh” Hanya jawaban singkat saja.
“Udah dapet satu orang lagi belum? Kan tiketnya buat dua orang?” Dengan emoticon di akhir kalimatnya.
“Belum. Etapi gak tau juga. Liat besok aja” Dengan tambahan emoticon di akhir kalimat.
***
Kereta Commuter Line(CL), entah jurusan mana pun selalu saja penuh. Lebih banyak yang berdiri daripada mereka yang duduk. Selalu seperti itu. Kadang saya sering mikir jahat, apa janganjangan kereta CL emang sengaja di desain buat jadi kereta penumpang berdiri bukan duduk. Dua jam bukanlah waktu yang sebentar untuk berdiri di kereta yang ramai, jika tak ingin disebut penuh. Ya, dua jam. Seratus dua puluh menit. Tujuh ribu dua ratus detik. Kurang lebih tujuh puluh dua kilometer. Sembilan belas stasiun.

Sedari beberapa hari sebelumnya, kondisi badan sedang kurang fit. Kepala pusing dan sakit, panas dingin, tiap malam demam, ditambah sakit gigi yang kadang ada kadang ilang kayak kabar kamu. Tapi karena sudah terlanjur bilang mau datang ke acaranya dan pengen tahu juga akhirnya saya paksakan berangkat.
Tiba di tempat acara, sebelum opening dimulai. Ya, kita (saya dan kawan yang adalah kakak dari pameris yang punya acara, beserta rombongan) memang datang untuk acara opening.
Ada diantara orangorang kreatif dan keren, rasanya minder aja gitu. Hahaha
Bayangin aja nih ya, di seusia mereka yang masih belia udah berhasil pamerin hasil karyanya untuk khalayak ramai. Nah saya pas ada di usia mereka boroboro bikin sesuatu yang bikin orang tertarik liat, yang ada saya masih maen gundu. Hahaha
Setelah opening beres, kukurilingan pun dimulai. Jadi gini, ini tuh acara pameran Tugas Akhir mahasiswa seni rupa UNJ. Judul pamerannya “Preview Exhibition 2019” yang di gawangi oleh sembilan mahasiswa dan aseli ya semuanya kerenkeren. Kuratonya pun gak kalah keren dan tentunya cantik, import langsung dari korea, Jeong OK Jeon, BFA, MFA. Yang sayang banget gak sempet photo bareng. Padahal pengen. Ya siapa tau gitu ya kan bisa ketularan cakep.

Jujur, ini tuh kali pertama saya masuk ke Jakarta Creative Hub. Ruangan yang dingin (iya dingin, kan ceritanya saya lagi gak enak badan) dan kepala yang masih rada kleyengan, gigi masih nyutnyutan, rindu yang memuncak, gak menghalangi niatan saya berkeliling dari satu karya ke karya yang lain. Total sembilan dan sepertinya kurang banyak. Tadinya tuh saya udah ngajak orang buat dateng kesini, buat gak bikin mubazir undangan yang emang untuk dua orang. Tapi ternyata...yasudahlah. Semoga lekas membaik, karena saya dan semesta menginginkan kabar yang baikbaik saja.

Sini saya kasih gambaran tempat acaranya. Nih ya, pas masuk ruang pameran kita bakalan disambut sama patung Cepot, tau Cepot kan? Itu loh, tokoh wayang golek dengan satu gigi dan kulit yang khas, merah. Disebelah kiri Cepot ada diorama menarik, Dinosaurus (seolah) tengah menyerang suatu daerah, disebelah kanan Cepot, ada buku aneka resep masakan mama dengan illustrasi yang cantik dan menarik. Agak masuk ke dalem, disebelah kanan terdapat layar yang memutar film yang menceritakan masa lalu negeri ini dengan sangat ‘gelo’ dan ngakak. Tidak terlalu jauh dari situ ada LCD TV yang memutar film animasi 2D tentang perempuan dan perbedaan juga perubahan style mereka dari generasi ke generasi. Lalu yang tak kalah menarik adalah sisi sebelah kiri, tiga lukisan dengan panjang 170 cm yang menurut saya sangat cantik dan menarik. Dari warna dan cerita yang ingin disampaikan, tiga lukisan dengan satu tema seolah dia sudah menceritakan dirinya sendiri. Symphaty for the rain, On the rain, God gave me love. Seakan mengajarkan kita bahwa keluarga, cinta, kenangan masa kecil dan halhal yang membersamainya adalah sesuatu yang sangat berharga. Lalu geser sedikit dari lukisan, dibawah tulisan Jakarta Creative Hub lapak kawan saya berada. Oke, lapak. Haha.
Buku anak dengan tiga bahasa, Bahasa Indonesia, Basa Sunda, English Language. Lima buku yang diangkat dari lagu permainan anakanak. Kawih Kaulinan, menjadi tema yang dia angkat. Lagu permainan, jika diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia. Selain membaca buku kita juga bakalan diperdengarkan beberapa kakawih (lagu) yang bisa di scan QR di sampul buku.
Persis di depan lapak kawan saya, ada dongeng dari Kalimantan Timur yang di digitalisasi dan menjadi aplikasi keren, dengan cerita yang bagus lalu gambar dan suara yang juga bagus. Judul ceritanya, Dewi Sarang Burung Pallas Baruni.
Symphaty for the rain

Lapaknya "Kawih Kaulinan"

Mejeng bareng Pameris (Author, Illustrator, Artist)

Di ruang theater, tempat paling ujung, tempat saya paling banyak duduk disana karena kepala yang gak bisa diajak temenan. Film animasi 2D diputar, film yang konsep ceritanya tentang manfaat menabung.
Semuanya keren. Karena jujur saya gak bisa menghasilkan seperti apa yang telah mereka hasilkan. Konsepnya pun bagus, menarik, bikin betah dan nagih. Cuma mungkin kalo boleh saran (atau mungkin ganti tempat), lebih enak kalo film yang bertema masa lalu Indonesia di putar di ruang theater, mengingat durasi yang lumayan panjang (sekitar 25 menit). Iya sih ada sofa dan marwah karpet, tapi itu gak bisa nampung banyakan. Dan kebetulan pas nonton, saya kebagian yang berdiri dan ternyata lumayan pegel loh gaes. Sementara film animasi yang ada di ruang theater durasinya cukup pendek, jadi kalo pun nonton sambil berdiri ya masih nyaman aja gitu.
Untuk keseluruhannya udah keren kok. Orang yang suka seni, entah seni apa pun udah auto keren aja atau emang mereka tuh udah di setting keren dari sananya kali ya.

Sekarang mari istirahat, karena gak cuma badan, rindu pun perlu istirahat. Semoga besok bisa kembali untuk satu kegiatan yang telah menanti. Semoga membaik dan jangan lupa bahagia.
Salam.


Kolecer = balingaling yang terbuat dari bambu, permainan tradisional. Biasanya disimpan diatas pohon untuk menghadang angin dan menghasilkan bebunyian
Jangkorang = Permainan tradisional yang terbuat dari bambu. Dalam bahasa indonesia disebut juga egrang