Malam sebelumnya, pesan WA untuk mengkonfirmasi.
“Besok jadikan? Kita berangkat dari sini jam setengah tujuh”
Dan percayalah, untuk ukuran hari libur jam setengah tujuh adalah masih lumayan pagi.
“Pagi banget. Acaranya kan jam dua belas” Balasan untuk kawan yang pasti sedang menunggu balasan.
“Diminta datang jam sebelas. Soalnya kita bawa
kolecer* sama
jangkorang* buat properti” Terangnya.
Beberapa jam sebelumnya, pada sebuah pesan WA.
“Teh, besok jadi datang kan?” Pertanyaan dari seseorang yang tenaga dan pikirannya tengah terkuras untuk satu tiket menuju masa depan.
“InsyaAlloh” Hanya jawaban singkat saja.
“Udah dapet satu orang lagi belum? Kan tiketnya buat dua orang?” Dengan emoticon di akhir kalimatnya.
“Belum. Etapi gak tau juga. Liat besok aja” Dengan tambahan emoticon di akhir kalimat.
***
Kereta Commuter Line(CL), entah jurusan mana pun selalu saja penuh. Lebih banyak yang berdiri daripada mereka yang duduk. Selalu seperti itu. Kadang saya sering mikir jahat, apa janganjangan kereta CL emang sengaja di desain buat jadi kereta penumpang berdiri bukan duduk. Dua jam bukanlah waktu yang sebentar untuk berdiri di kereta yang ramai, jika tak ingin disebut penuh. Ya, dua jam. Seratus dua puluh menit. Tujuh ribu dua ratus detik. Kurang lebih tujuh puluh dua kilometer. Sembilan belas stasiun.
Sedari beberapa hari sebelumnya, kondisi badan sedang kurang fit. Kepala pusing dan sakit, panas dingin, tiap malam demam, ditambah sakit gigi yang kadang ada kadang ilang
kayak kabar kamu. Tapi karena sudah terlanjur bilang mau datang ke acaranya dan pengen tahu juga akhirnya saya paksakan berangkat.
Tiba di tempat acara, sebelum opening dimulai. Ya, kita (saya dan kawan yang adalah kakak dari pameris yang punya acara, beserta rombongan) memang datang untuk acara opening.
Ada diantara orangorang kreatif dan keren, rasanya minder aja gitu. Hahaha
Bayangin aja nih ya, di seusia mereka yang masih belia udah berhasil pamerin hasil karyanya untuk khalayak ramai. Nah saya pas ada di usia mereka boroboro bikin sesuatu yang bikin orang tertarik liat, yang ada saya masih maen gundu. Hahaha
Setelah opening beres, kukurilingan pun dimulai. Jadi gini, ini tuh acara pameran Tugas Akhir mahasiswa seni rupa UNJ. Judul pamerannya
“Preview Exhibition 2019” yang di gawangi oleh sembilan mahasiswa dan aseli ya semuanya kerenkeren. Kuratonya pun gak kalah keren dan tentunya cantik, import langsung dari korea, Jeong OK Jeon, BFA, MFA. Yang sayang banget gak sempet photo bareng. Padahal pengen. Ya siapa tau gitu ya kan bisa ketularan cakep.
Jujur, ini tuh kali pertama saya masuk ke Jakarta Creative Hub. Ruangan yang dingin (iya dingin, kan ceritanya saya lagi gak enak badan) dan kepala yang masih rada kleyengan, gigi masih nyutnyutan,
rindu yang memuncak, gak menghalangi niatan saya berkeliling dari satu karya ke karya yang lain. Total sembilan dan sepertinya kurang banyak. Tadinya tuh saya udah ngajak orang buat dateng kesini, buat gak bikin mubazir undangan yang emang untuk dua orang. Tapi ternyata...yasudahlah. Semoga lekas membaik, karena saya dan semesta menginginkan kabar yang baikbaik saja.
Sini saya kasih gambaran tempat acaranya. Nih ya, pas masuk ruang pameran kita bakalan disambut sama patung Cepot, tau Cepot kan? Itu loh, tokoh wayang golek dengan satu gigi dan kulit yang khas, merah. Disebelah kiri Cepot ada diorama menarik, Dinosaurus (seolah) tengah menyerang suatu daerah, disebelah kanan Cepot, ada buku aneka resep masakan mama dengan illustrasi yang cantik dan menarik. Agak masuk ke dalem, disebelah kanan terdapat layar yang memutar film yang menceritakan masa lalu negeri ini dengan sangat ‘gelo’ dan ngakak. Tidak terlalu jauh dari situ ada LCD TV yang memutar film animasi 2D tentang perempuan dan perbedaan juga perubahan style mereka dari generasi ke generasi. Lalu yang tak kalah menarik adalah sisi sebelah kiri, tiga lukisan dengan panjang 170 cm yang menurut saya sangat cantik dan menarik. Dari warna dan cerita yang ingin disampaikan, tiga lukisan dengan satu tema seolah dia sudah menceritakan dirinya sendiri. Symphaty for the rain, On the rain, God gave me love. Seakan mengajarkan kita bahwa keluarga, cinta, kenangan masa kecil dan halhal yang membersamainya adalah sesuatu yang sangat berharga. Lalu geser sedikit dari lukisan, dibawah tulisan Jakarta Creative Hub lapak kawan saya berada. Oke, lapak. Haha.
Buku anak dengan tiga bahasa, Bahasa Indonesia, Basa Sunda, English Language. Lima buku yang diangkat dari lagu permainan anakanak. Kawih Kaulinan, menjadi tema yang dia angkat. Lagu permainan, jika diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia. Selain membaca buku kita juga bakalan diperdengarkan beberapa kakawih (lagu) yang bisa di scan QR di sampul buku.
Persis di depan lapak kawan saya, ada dongeng dari Kalimantan Timur yang di digitalisasi dan menjadi aplikasi keren, dengan cerita yang bagus lalu gambar dan suara yang juga bagus. Judul ceritanya, Dewi Sarang Burung Pallas Baruni.
Symphaty for the rain
Lapaknya "Kawih Kaulinan"
Mejeng bareng Pameris (Author, Illustrator, Artist)
Di ruang theater, tempat paling ujung, tempat saya paling banyak duduk disana karena kepala yang gak bisa diajak temenan. Film animasi 2D diputar, film yang konsep ceritanya tentang manfaat menabung.
Semuanya keren. Karena jujur saya gak bisa menghasilkan seperti apa yang telah mereka hasilkan. Konsepnya pun bagus, menarik, bikin betah dan nagih. Cuma mungkin kalo boleh saran (atau mungkin ganti tempat), lebih enak kalo film yang bertema masa lalu Indonesia di putar di ruang theater, mengingat durasi yang lumayan panjang (sekitar 25 menit). Iya sih ada sofa dan
marwah karpet, tapi itu gak bisa nampung banyakan. Dan kebetulan pas nonton, saya kebagian yang berdiri dan ternyata lumayan pegel loh gaes. Sementara film animasi yang ada di ruang theater durasinya cukup pendek, jadi kalo pun nonton sambil berdiri ya masih nyaman aja gitu.
Untuk keseluruhannya udah keren kok. Orang yang suka seni, entah seni apa pun udah auto keren aja atau emang mereka tuh udah di setting keren dari sananya kali ya.
Sekarang mari istirahat, karena gak cuma badan, rindu pun perlu istirahat. Semoga besok bisa kembali untuk satu kegiatan yang telah menanti. Semoga membaik dan jangan lupa bahagia.
Salam.
Kolecer = balingaling yang terbuat dari bambu, permainan tradisional. Biasanya disimpan diatas pohon untuk menghadang angin dan menghasilkan bebunyian
Jangkorang = Permainan tradisional yang terbuat dari bambu. Dalam bahasa indonesia disebut juga egrang