Senin, 06 Mei 2019

Seba Baduy dan Carita SiDede


Udah dari jauh-jauh hari nunggu banget acara Seba Baduy tahun ini, selain ada acara lomba menulis esai tentang seba baduy (tapi saya gak ikut lomba) juga pengen banget bayar utang seba tahun lalu yang cuma hadir di acara inti saja. Niat hati tuh pengen liat pas Urang Kanekes datang ke Pendopo.
Tapi ternyata awal pekan kemarin, saya baru tahu acara perpisahan kelas tiga di sekolah adalah di hari yang sama dengan pelaksanaan Seba Baduy. Dan seharian yang ada galau aja gitu. Ibarat kata tuh raga ada di acara Paturay Tineung tapi pikiran melayang ke acara Seba. Iya. Saya masih punya pikiran. Walau kadang gak normal.

Tugas sih emang cuma bagian konsumsi tapi ternyata gak cuma ngurusin konsumsi doang, hal lain juga yang harusnya bukan urusan saya tapi entah mengapa kok jadi saya yang berurusan ya. Rundown acara cuma sampai dzuhur, setelah Cucurak (makan bersama sebelum puasa) acara selesai. Dan saya bisa langsung melarikan diri ke Pendopo. Kali ini pun keinginan dan kenyataan tak seiring sejalan. Selesai Cucurak di lanjut dengan rapat dan evaluasi kegiatan dan lain sebagainya. Ashar baru beres. Lalu hujan turun dengan lumayan deras. Pasrah aja udah. Sementara WhatsApp udah rame. Belum lagi pertanyaan, "Masih dimana?" "Jadi ke Pendopo kan?" "Kita udah nyampe" Dan pertanyaan serupa yang membuat saya makin gak enak.
Jadi orang yang keukeuh macem saya ini ada enak gak enaknya juga. Gak enaknya ya paling capekcapek gak jelas gitu, tapi enaknya banyak. Selain bisa puasin rasa pengen tau yang kadang gak tau diri, bisa juga ngilangin capek yang kadang gak tau diri juga.

 Gunung Batu Squad

Jam lima lewat lima belas menit perjalanan dimulai, dari Sobang menuju Pendopo Kabupaten Lebak tempat berlangsungnya acara Seba. Entah mengapa rasanya perjalana Sobang-Rangkasbitung kali ini terasa lama banget. Banget. Kabut tebal yang bikin jarak pandang terbatas menjadi alasan. Selepas hujan menjelang petang adalah perpaduan sempurna untuk kabut yang lumayan bikin degdegan.

Jam tujuh lewat dua puluh menit saya akhirnya sampai di kantor Museum Multatuli untuk ketemu "orang penting" dan nitip tas dan langsung ngacir ke Pendopo. Sementara chat WA masih beberapa yang belum dibaca dan dibalas. "Teh, jadi ke pendopo kan?" "Kita lagi di bazaar" "Aku sama yang lain lagi di balong" "Ada Tonggeret loh" Duh Gusti, coba gitu itu pintu Doraemon bisa dipinjam barang sebentar.

Sesampai di Pendopo saya langsung menuju tempat mereka berada. Bukan. Bukan mereka yang ngechat saya dari tadi siang, tapi Tonggeret. Hahaha
Dengerin musiknya sambil liat yang main (musik)nya kan paket lengkap. Setelah dapet tempat yang yang lumayan enak deket tumpukan cau galek yang juga ada kawan dan ponakan, saya kabarin yang lain kalo saya sudah sampai. Badan yang lumayan capek. Perjalanan yang gak cihuy, langsung minggat pas saya deprok.

Tonggeret ti Pakidulan

Buat saya Seba Baduy di tiap tahunnya selalu punya cerita yang berbeda, walau pada dasarnya sama saja. Urang Kanekes datang ke Pendopo, lalu Jaro, lalu Bupati, lalu apa yang mereka bawa, lalu hiburan yang disediakan,  lalu para pengunjung, selalu sama. Bedanya mungkin apa yang saya rasakan setiap hadir di Seba dari tahun ke tahun. Liat Urang Kanekes di acara Seba ada sesuatu yang membuat saya ingin bertanya terutama kepada diri saya sendiri. Mereka yang setiap tahunnya melaksanakan ritus yang telah ada sejak lampau dan diteruskan turun temurun, mereka yang harus menjaga adat agar tak tergerus oleh modernisasi, mereka yang sebagian besar dari kita menganggapnya berbeda. Apakah telah mendapat hak yang sama sebagai warga negara atau sebagai manusia tanpa adanya eksploitasi?

Cau Galek

Apa mereka tak merasa bahwa apa yang mereka jaga, ritual yang telah ada turun temurun, telah juga menjadi....yasudahlah. Saya, sebagai manusia dengan pengetahuan yang terbatas rasanya malu. Malu untuk alasan yang entah.

Ngomongin Urang Kanekes, gak bakalan cukup dengan sejam dua jam atau sehari dua hari. Mereka dengan semua kisah yang melingkupinya, mereka dengan keteguhan adat yang dipegangnya, yang saat ini harus dengan lebih keras mereka jaga. Gempuran dunia luar semoga tidak menggerus nilainilai luhur dan apa yang telah menjadi amanat leluhur turun temurun.

Para Penjaga Adat

Tema Seba Baduy tahun ini "Ngarumat Warisan Budaya, Ngahontal Karaharjaan" yang datang hanya 1037 orang dengan 13 orang dari baduy dalam. Lebih sedikit dari tahuntahun yang lalu. Apa yang mereka bawa untuk panggede pun tidak terlalu banyak. 

Setelah rangkaian acara selesai dan beberapa kawan telah berkumpul, saatnya berburu sesuatu sebelum pulang. Berburu Tonggeret ti pakidulan buat nunjukin ke orang yang seneng banget ngeledekin saya dan menjawab pertanyaan saya "Ada Tonggeret gak?" dengan "Ada, di rumahnya masingmasing"

"Tonggeretnya dimana, teh?" Pertanyaan yang saya jawab dengan culak cileuk karena saya juga tidak tahu mereka dimana. Sebelumnya saya bilang ke kawan kalo saya pengen banget ketemu Tonggeret. "Bentar, tanya dulu" dan saya ngeDM salah satunya untuk tanya dan bertemu. Lalu jawaban pun didapat, "Samping panggung. Duduk di bawah pohon"

Penggemar garis keras 😂

Padahal udah pake masker tapi tetep aja ketauan. Emang ya buguru smanti ahiw pisan. Malu kan jadinya. (Jadi berencana pengen ganti masker baru). Ternyata siibu merhatiin pas saya bersama salah satu tonggeret dan manajernya. Dan ya gitu lah ya... Makasih ya bu, udah mau photoin.

Hatur nuhun pak Wisnu yang sudah bersedia nanggepin pertanyaan saya yang gak jelas, terima kasih juga buat diskusi yang sebentar tapi seru tentang Cibeber. Nanti mah harus jangan sebentar aja ya pak. Cibeber buat saya tuh gak cuma Kecamatan paling luas di Kabupaten Lebak. Cibeber buat saya adalah candu bahkan saat sebelum saya pernah kesana.

Dari semua hal yang telah terjadi hari ini, kiranya bahwa sang pemilik semesta selalu memiliki kejutan dan rencana yang rahasia dan luar biasa. Rasanya tak akan cukup hanya dengan ucapan terima kasih saja. Rasanya tak akan bisa dan akan pernah bisa membalas apa yang telah diberikanNya sampai dengan detik ini. Wahai pemilik semesta, terima kasih untuk masih memberikan kesempatan hidup sampai dengan saat ini. Semoga Lebak beserta penghuninya dan segala yang membersamainya selalu ada dalam Rahmat dan BerkahMu. Aamiin.
Selamat menjalankan puasa Ramadhan, semoga puasa kita diterimaNya.



Salam

SiDede